Selasa, 29 November 2016

Kearifan Lokal Kabupaten Maluku Tengah

KEADAAN UMUM

Kabupaten Maluku Tengah adalah salah satu kabupaten tertua dalam wilayah Provinsi Maluku yang telah dimekarkan menjadi Kabupaten Seram Bagian Barat, Kabupaten Seram Bagian Timur, Kabupaten Buru dan Kabupaten Buru Selatan. Secara administratif pemerintah daerah wilayah Kabupaten Maluku Tengah terdiri dari 18 wilayah kecamatan yang tersebar diantara kota/kabupaten lainnya dengan dominasi oleh pulau-pulau kecil.

Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang diterbitkan oleh Pemerintah Indonesia sejak tahun 1990  hingga tahun 2014, maka dalam wilayah Kabupaten Maluku Tengah terdapat 6 kawasan konservasi dan 2 hutan lindung.

Pulau Saparua sejak sebelum penjajahan Belanda dikenal sebagai "Pulau Honimoa atau Tounusa" yang berarti pulau bersisian karena bentuknya menyerupai dua buah perahu yang sedang berlayar bersisian mengarungi samudera raya. Pulau Saparua termasuk salah satu dari "Pulau-pulau Lease" (lease =sewa), yaitu Saparua, Haruku, Nusalaut dan Molana. 

Masyarakat Pulau-Pulau Lease mengelola tanaman cengkeh dan pala dalam kawasan pertanian yang disebut sebagai "Dusung Cengkeh" dan "Dusung Pala". Prof Hansz Joackhim Weidelt (1999) dari Gootigen University, Germany, menyatakan bahwa "Sistem Dusung" di Maluku dapat disamakan dengan "Agroforestry modern" sekarang ini, dimana terdapat berbagai kegiatan pengelolaan lahan karena dalam suatu bentang lahan terdapat tumbuhan kehutanan, tanaman pertanian, tanaman musiman, ternak ayam, dan sapi.


SASI CORA-CORA SEBAGAI KONSERVASI SDA

Tanda "Sasi Cora-Cora" dibuat dengan cara membuat replika "Cora-Cora" menggunakan daun "tumbak kelapa (janur kuning) kemudian hasil hutan dan pertanian serta komoditi lainnya yang akan di "sasi" ditempatkan didalamnya diatas "para-para". Sedangkan dalam kawasan hutan, biasanya dibuat "Tanda sasi kecil" berupa pucuk "Tumbak Kelapa" yang dibelit di sebatang tonggak kayu setinggi sekitar 1 - 2 meter dari permukaan tanah. 





Pemerintah Maluku khususnya Badan Pengendalian Dampak Lingkungan telah melakukan berbagai upaya untuk memberdayakan kembali "Budaya Sasi dan Kewang" melalui berbagai kegiatan.

KEWANG

Dalam Struktur Pemeritahanan Negeri pada masa lalu di Maluku Tengah terdapat suatu lembaga yang disebut sebagai KEWANG yaitu lembaga adat yang tugas utamanya untuk menjaga keamanan kawasan hutan dan laut serta dalam negeri. Pimpinan dan keanggotaan Kewang bersifat turun temurun dan dipilih dari setiap soa dengan jumlah sesuai kebutuhan. Selain itu, kewang juga bertugas untuk menjaga dan mengawasi pelaksanaan peraturan "SASI" dan berbagai peraturan yang berlaku dalam negeri mulai dari puncak gunung tertinggi sampai dengan batas lautan biru.



TANDA SUNGGA DAN MATAKAU

Tanda sungga sering digunakan juga oleh pemilik Dusung untuk mangamankan areal Dusung dari tindakan pencurian terutama pada saat musim produksi maksimal. Selain sungga, terdapat suatu cara yang digunakan adalah "Matakau" yang mana sebuah botol diisi dengan air atau cuka atau sopi kemudian dimasukan berbagai benda tajam seperti paku, kawat, beling dan lain-lain.Setelah itu diberikan perlakuan jampi-jampi, selajutnya ditempatkan pada tempat strategis dalam areal Dusung agar mudah terlihat oleh masyarakat umum. 
Manfaat ekologis dari matakau adalah potensi sumberdaya alam dan hasil pertanian yang ada petuanan seseorang tidak mendapat gangguan yang merusak. hal ini menyebabkan proses produksi untuk regenerasi tanman dapat berlangsung dengan baik tanpa adanya hambatan dan satwa liar memiliki kesempatan untuk mendapatkan sumber pakan yang baik.